Sifat Jaiz Allah

Inilah Pembahasan Sifat Jaiz Bagi Allah Terlengkap Disertai Contoh Dalam Kehidupan

السلام عليكم ورحمة الله 
الحمد لله حق حمده، والصلاة والسلام على رسوله

Sifat Jaiz Bagi Allah,- dalam kehidupan nyata tak terhingga jumlahnya, hanya saja terkadang kita tidak menyadarinya. Padahal tanda-tanda kekuasaan Allah dari adanya sifat jaiz ini begitu nyata. Dalam postingan kali ini kita bahas secara khusus tentang sifat jaiz bagi Allah, semoga dengan mengetahuinya, kita menjadi sadar dan termasuk orang-orang yang disebutkan Allah sebagai ahli dzikir padanya.

Sifat Jaiz Allah
Imam al-Laqqoni berkata dalam kitab jauharotut tauhid:
وَجَائِزٌ فِي حَقِّهِ مَا أُمْكِنَا # إيْجَادًا إعْدَامًا كَرَزْقِهِ الْغِنَى
“Boleh saja bagi Allah mengadakan atau meniadakannya segala yang mungkin. Seperti memberikan kekayaan pada seseorang”

Penjelasannya: 
Sifat Jaiz Allah adalah:
إيجَادُ الْمُمْكِنِ وَإِعْدَامُهُ
“mengadakan atau meniadakan segala sesuatu yang mungkin”

Mengadakan segala yang mungkin ada atau tiada, bukan segala sesuatu yang wajib dan mustahil ada. Seperti:رَزْقِهِ الْغِنَى, Allah memberikan rizki berupa kekayaan pada seseorang. Tidak ada yang mewajibkan dan me-mustahi-kan Allah melakukan hal itu, bagi Allah, memberikan rezeki itu bersifat boleh-boleh saja.

Berbeda dengan Mu’tazilah yang menyebutkan bahwa Allah itu wajib melakukan الصَّلاَحُ وَالأصْلَحُ (yang baik dan yang terbaik). Juga berbeda dengan pendapat Al-Barohimah yang mengatakan bahwa pengutusan Rosul itu mustahil. Padahal baik فِعْلُ الصَّلاَحِ وَالأَصْلَحِ maupun إرْسَالُ الرُّسُلِ (pengutusan Rosul) termasuk hal-hal yang mungkin bagi Allah, bukan wajib dan bukan pula mustahil.
Hal-hal lain yang jaiz bagi Allah, seperti dalam bait:
فَخَالِقٌ لِعَبْدِهِ وَمَا عَمِلَ # مُوَفِّقٌ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يَصِلَ
وَخَاذِلٌ لِمَنْ أَرَادَ بُعْدَهُ # وَمُنْجِزٌ لِمَنْ أرَادَ وَعْدَهُ
“Maka Allah-lah yang menciptakan hamba dan perbuatannya, (Dia-lah) yang memberikan fasilitas bagi orang yang dikehendaki sampai pada-Nya
(Dia-lah) yang membuat kandas orang yang dikehendaki jauh dari-Nya, (Dia-lah) yang menunaikan janji bagi orang yang dikehendaki-Nya”

Kedua bait ini merupakan kepanjangan dari pernyataan bahwa Allah wajib menyendiri (tidak ada campur tangan lainnya) dalam mengadakan dan meniadakan sesuatu yang mungkin. Hak prerogative ini yang disebut 'segala perbuatan itu bersumber dari satu' (وَحْدَةُ الأَفْعَالِ) oleh orang-orang ‘arif billah. Artinya, tidak ada yang mempengaruhi (memotivasi) ‘perbuatan’ Allah. 

Karena adanya hal ini, yakni وَحْدَةُ الأفْعَالِ, diketauhi kebathilan pengakuan bahwa sesuatu mempengaruhi dengan sendirinya atau karena kekuatan yang ada pada sesuatu tersebut, seperti pengakuan: “Api membakar karena karakter api itu sendiri atau karena kekuatan yang ada pada api”. Pengakuan seperti ini bathil, pengakuan seharusnya adalah: “api membakar itu karena semata-mata kehendak Allah yang menjadikan api  membakar”. Karena jika berkeyakinan api membakar dengan karakternya sendiri, berarti bahwa selain perbuatan Allah ada perbuatan lain yaitu ‘perbuatan’ api. Jika memang api membakar karena karakternya sendiri lalu bagaimana dengan Api yang tidak membakar Nabi Ibrohim?
Contoh lain, pengakuan bahwa kita rajin belajar dan menghafal dapat menentukan keberhasilan kita. Pengakuan semacam ini pun bathil dan ini adalah faham materialisme yang mengatakan bahwa segala sesuatu memiliki kekuatan dan pengaruh. Pengakuan yang benar adalah: bahwa segala upaya dan perbuatan kita tidak memiliki kekuatan untuk menentukan keberhasilan kita, tapi pengakuan ini tidak berarti kita harus diam berpangku tangan tanpa usaha sedikit pun. Justru pengakuan semacam ini harus menjadi motivasi kuat untuk berupaya semaksimal mungkin, sebagai sarana untuk beribadah kepada-Nya.

Lalu, bagaimana dengan kebiasaan bahwa api membakar?

Itu semata-mata karunia dan kasih sayang Allah pada manusia. Sebab jika Allah tidak membuat api membakar menurut kebiasaanya (inilah yang disebut سَبَبٌ عَادِيٌ), maka sifat api akan berubah-ubah; terkadang dingin, terkadang hangat, atau terkadang membakar itu ada pada batu, tanah dan sebagainya.

Lalu bagaimana dengan sebagian aktifitas manusia dalam menggunakan api itu?

Ditinjau dari adanya sebab (penyebab), musabbab (yang disebabkan) dan muatstsir (pengaruh), pengakuan dibagi menjadi 4 macam:

a. Yang berkeyakinan bahwa api (السَبَبٌ) itu membakar (الـمُسَبَّبٌ), pisau (السَبَبٌ) itu memotong (الـمُسَبَّبٌ), makan (السَبَبٌ) dapat membuat kenyang (الـمُسَبَّبٌ), minum (السَبَبٌ) dapat menghilangkan haus (الـمُسَبَّبٌ), dan lain-lain karena karakternya masing-masing (tidak ada campur tangan Allah / الْمُؤَثِّرُ) dihukumi kufur orangnya disebut kafir menurut kesepakatan ulama.

b. Yang berkeyakinan bahwa sebab-sebab ‘adiy dapat mempengaruhi musabbabnya karena kekuatan yang telah Allah ciptakan padanya, maka ada dua pendapat; yang menyebutkan kafir dan yang menyebutkan tidak kafir. 
Pendapat yang paling shahih adalah tidak kafir tapi hanya sampai fasiq (berdosa besar). Seperti mu’tazilah yang menyebutkan:
أَنَّ الْعَبْدَ يَخْلُقُ أَفْعَالَ نَفْسِهِ الإِخْتِيَارِيَةِ بِقُدْرَةٍ خَلَقَهَا اللهُ فِيْهِ
Bahwa seseorang menciptakan perbuatan yang berupa pilihan sendiri (الإخْتِيَارِي) dengan kekuatan yang telah Allah ciptakan padanya”
Adapun perbuatan yang spontan (الإضْطِرَارِيَّةُ) adalah seperti: mengantuk, terpeleset dan lain-lain. Sedangkan pendapat Ahlussunnah Waljama’ah menyebutkan bahwa seorang hamba dan perbuatannya adalah ciptaan Allah. Firman Allah:
وَاللهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُوْنَ
“Allah yang telah menciptakan kalian dan apa yang kalian lakukan”


Manusialah yang melakukan perbuatan, tapi perbuatan itu diciptakan oleh Allah, bukan karena diciptakan oleh manusia sendiri. Karena itu, jika melakukan kebaikan, maka akan bersyukur karena menyadari bahwa perbuatannya itu semata-mata anugerah Allah.


c. Yang berkeyakinan bahwa yang memberi pengaruh (الْمُؤَثِّرُ) adalah Allah, lalu dia menjadikan antara sebab dan musabbabnya sebuah kepastian secara akal. Umpamanya: pisau (سَبَبٌ) bisa memotong (مُسَبَّبٌ) karena kekuatan Allah (الْمؤثِّر), tapi dia membuat sebuah kepastian menurut akalnya bahwa setiap pisau bisa memotong, artinya tidak mungkin (tidak masuk akal) jika sebuah pisau tidak bisa memotong. Contoh lain: setiap api bisa membakar, tidak logis jika ada api tidak bisa membakar. Nah orang semacam ini dihukumi sebagai orang bodoh yang terkadang kebodohannya bisa menyeret dia pada kekufuran karena akan mengingkari adanya mukjizat para nabi yang memang semuanya di luar nalar (logika) manusia.

d. Yang berkeyakinan bahwa yang memberi pengaruh (الْمُؤَثِّرُ) adalah Allah, lalu dia menjadikan sebab dan musabbabnya sebuah kepastian secara kebiasaan (عَادِيٌّ) yang mana boleh-boleh saja jika sebab tidak memiliki musabbab. Umpamanya: setiap api (سَبَبٌ) bisa membakar (مُسَبَّبٌ), yang membuat api itu membakar adalah Allah (الْمُؤَثِّرُ) bukan karakter api itu sendiri. Menurut kebiasaan, setiap api bisa membakar,tapi tidak mengingkari adanya api yang tidak membakar (keluar dari kebiasaan). Nah inilah orang mukmin yang selamat. إنْ شَآءَ اللهُ.

Kemudian, Diantara hal yang jaiz bagi Allah adalah:
مُوَفِّقٌ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يَصِلَ
“(Dialah) yang memberikan taufik bagi orang yang dikehendaki sampai pada-Nya”
Pembahasan ini, dibahas pada artikel: pengertian taufik dari Allah

Oke sahabat, saya cukupkan sampai di sini artikel tentang sifat jaiz Allah. Semoga bermanfaat

Terima kasih!


والسلام عليكم ورحمة الله 
Previous
Next Post »