Ash-Shalah Wal Ashlah

Tentang Ash-Sholah Wal Ashlah


Assalamu'alaikum wr.
Apa kabar sobat?. Semoga sehat selalu
Bait jauharotu at-Tauhid ada yang membahas tentang Fi'lu Ash-Sholah wal Ashlah yakni Allah wajib berbuat baik bahkan yang lebih baik. Apakah ada kewajiban seperti itu bagi Allah?, bukankah Allah itu Muriidan, Qodiiron, al-Jabbaar?, Bagaimana caa membantah pemahaman seperti itu?
Nah, pada artikel ini kita akan bahas soal ash-sholah wal ashlah itu
Tuhan Maha Dekat

وَقَوْلُهُمْ إنَّ الصَّلاَحَ وَاجِبٌ # عَلَيْهِ زُوْرٌ مَا عَلَيْهِ وَاجِبٌ
أَلَمْ يَرَوْا إِيْـلاَمُهُ الإطْفَـالَ # وَشِبْهَهَا فَحَاذِرِ الْمُحَـالَ
“Perkataan mereka (mu’tazilah)bahwa Alloh wajib melakukan keberesan dan yang lebih beres adalah bualan belaka
Tidakkah mereka melihat bagaimana Alloh ‘menyakiti’ anak kecil dan semacamnya (seperti binatang)? Maka hindarilah siksa Alloh!”

Jika terdapat suatu فَسَادٌ (kekacauan), seperti kekufuran dan kedurhakaan, Alloh wajib melakukan صَلاَحٌ (keberesan), seperti  keimanan dan ketaatan (ini kondisi pertama). Jika terdapat keberesan, seperti: menempatkan seseorang dalam surga terendah, Alloh wajib melakukan yang lebih beres (أَصْلَحُ), seperti: menempatkan seseorang dalam surga tertinggi  (ini kondisi kedua). Ini adalah pendapat Mu’tazilah
Ahlussunnah Wal-jama’ah hanya membantah kondisi pertama; pernyataan bahwa Alloh wajib melakukan keberesan daripada kekacauan. Karena kondisi ini lebih umum dibandingkan dengan kondisi kedua yang lebih khusus dan jika kondisi umum telah dinyatakan bathil, maka apalagi kondisi yang lebih khusus. Bantahan Ahlussunnah atas pendapat Mu’tazilah tersebut seperti dalam bait:
أَلَمْ يَرَوْا إِيْـلاَمُهُ الإطْفَـالَ # وَشِبْهَهَا فَحَاذِرِ الْمِحَـالَ
“Tidakkah mereka melihat bagaimana Alloh ‘menyakiti’ anak kecil dan semacamnya (seperti binatang)? Maka hindarilah siksa Alloh”
Argumen lain sebagai bantahan atas pendapat Mu’tazilah ialah:
Sebuah kasus antara Abu al-Hasan al-Asy’ariy dengan gurunya; Abu Hasyim al-Juba’iy hingga menyebabkan Abu al-Hasan berpisah dengan gurunya setelah mempelajari pemahaman gurunya bahwa Alloh wajib فِعْلُ الصَّلاَحِ وَالأَصْلَحِ dan melontarkan tiga pertanyaan:
Al-‘Asy’ariy
Apa pendapat Anda mengenai tiga orang bersaudara. Umpamanya yang pertama meninggal dunia dalam usia dewasa lagi ta’at. Yang kedua meninggal dunia dalam usia dewasa tapi durhaka dan yang ketiga meninggal dalam usia masih kecil?
Al-Juba’iy
Yang pertama akan diberi pahala surga, yang kedua akan disiksa dalam api neraka dan yang ketiga tidak diberi pahala juga tidak akan disiksa
Al-‘Asy’Ariy
Lalu, Apa yang dikatakan Rabb jika anak yang ketiga berkata: “wahai Rabb, mengapa Engkau mematikanku ketika masih kecil?Mengapa Engkau tidak membiarkanku hingga dewasa lalu aku akan menaatiMu, kemudian aku akan masuk ke dalam surga?”
Al-Juba’iy
Rabb akan berkata: “Aku lebih tahu tentang kamu. Jika kamu besar, kamu akan durhaka lalu kamu akan masuk neraka. Maka yang terbaik (الأَصْلَحُ) bagimu adalah mati ketika kanak-kanak”
Al-‘Asy’ariy
Kemudian, apa yang akan dikatakan Rabb jika orang yang kedua berkata: “Wahai Rabb, mengapa Engkau tidak mencabut nyawaku ketika kanak-kanak, maka aku tidak akan masuk ke dalam neraka?” 
Al-Juba’iy
??? (Diam seribu bahasa)

Sejak saat itulah al-‘Asy’ariy meninggalkan pemahaman gurunya. Beliau beserta para jema’ahnya mulai menyusun argumen-argumen berdasarkan sunnah untuk melawan kebathilan mazhab Mu’tazilah. Dari peristiwa inilah penamaan kelompok Ahlussunnah Waljama’ah bermula.

Jadi, pernyataan bahwa Alloh wajib فِعْلُ الصَّلاَحِ وَالأصْلَحِ itu hanyalah زُوْرٌ, yakni tampilan luarnya baik tetapi isinya bathil. Karena jika memang Alloh wajib berbuat demikian, tidak akan ditemukan orang kafir lagi miskin  yang disiksa dengan kemiskinan di dunia juga disiksa dengan azab yang pedih di akhirat yang kekal dan karena yang lebih maslahat (الأَصْلَحُ) bagi Alloh adalah tidak menciptakannya sama sekali atau menciptakan orang kafir tapi dicabut nyawanya ketika dia masih kecil atau dibiarkan hidup dalam keadaan gila sebelum dia dibebani taklif.
Tegasnya, tidak satupun yang mengharuskan Alloh untuk melakukan atau tidak, tapi ‘perbuatan’ Alloh itu sesuai dengan kehendak-Nya. Alloh berfirman:
وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَآءُ وَيَخْتَارُ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ سُبْحَانَ اللهِ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُوْنَ
“Tuhanmu-lah yang menciptakan segala sesuatu dan menentukan spesifikasinya sesuai dengan kehendak-Nya. Manusia tidak bisa menentukan spesifikasinya sendiri. Maha Suci dan Maha Tinggi Alloh dari apa yang mereka sekutukan”
Dalil ‘aqlinya: 
لَوْ وَجَبَ عَلَيْهِ فِعْلٌ أَوْ تَرْكٌ لَمَا كَانَ مُخْتَارًا لِأنَّ الْمُخْتَارَ هُوَ الَّذِي إنْ شَاءَ فَعَلَ وَإنْ شَاءَ تَرَكَ
“Kalau Alloh wajib melakukan atau tidak melakukan, berarti Alloh tidak berkehendak sendiri. Karena yang dimaksud الْمُخْتَارُialah apabila Dia berkehendak melakukan sesuatu, maka akan dilakukan-Nya dan apabila Dia tidak berkehendak melakukan sesuatu, maka tidak akan dilakukan-Nya”
Adapun ayat-ayat yang menunjukkan adanya kewajiban untuk Alloh seperti:
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأرْضِ إلاَّ عَلَى اللهِ رِزْقُهَا
“tidak satupun binatang melata di muka bumi ini melainkan tanggung jawab Alloh-lah rizkinya”
 إنَّا إِلَيْنَا إِيَابَهُمْ ثُمَّ إنَّا عَلَيْنَا حِسَابَهُمْ
“Sesungguhnya kepada Kamilah kembali mereka, kemudian kewajiban kamilah menghisab mereka”
 إنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ فَإذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ ثُمَّ إنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ
“sesungguhnya tanggung jawab Kamilah mengumpulkan al-Qur,an dalam hatimu (Muhammad), maka apabila kami bacakan, ikutilah bacaannya. Kemudian atas tanggungan kamilah menjelaskannya”

Ayat-ayat seperti ini dibelokkan maknanya pada janji Alloh (bukan kewajiban bagi Alloh) dengan maksud menyebut-nyebut anugerah atau ancaman. Demikian pula hadits yang menunjukkan hal tersebut.
Dihikayatkan bahwa suatu hari Al-Hafiz Ibnu Hajar melewati sebuah pasar dengan tampilan yang indah dan masuk ke dalam kerumunan orang banyak, tiba-tiba seorang Yahudi dengan pakaian yang berlumuran minyak dan tampilan yang kusutdatang menawarkan minyak kepada beliau seraya berkata: “Wahai syaikh, kamu meyakini Nabimu yang mengatakan bahwa dunia adalah penjara orang mukmin dan surga orang kafir (الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ وَجَنَّةُ الْكَافِرِ), maka penjara mana yang kamu tempati itu dan surga mana yang aku tempati itu? (karena melihat kondisinya sebagai penjual minyak dan berpenampilan kusut seperti penghuni penjara, sedangkan Ibnu Hajar berpakaian rapih dan penampilan yang elok seperti penghuni surga)”. Ibnu Hajar menjawab: “aku jika dihubungkan dengan kenikmatan yang dipersiapkan Alloh kelak di akhirat, seakan-akan sekarang aku sedang berada di penjara (karena terikat dengan aturan-aturan), sedangkan kamu jika dihubungkan dengan siksa yang pedih yang dipersiapkan Alloh kelak di akhirat, seakan-akan sekarang kamu sedang berada di surga (karena bebas dari aturan-aturan)”. Setelah mendengar jawaban Ibnu Hajar, orang Yahudi itu menyatakan masuk Islam.

Kesimpulan:
- Pernyataan bahwa Alloh wajib فِعْلُ الصَّلاَحِ وَالأَصْلَحِ adalah pendapat Mu’tazilah yang dapat dipatahkan oleh Ahlussunnah dengan argumen yang menyebabkan mereka tidak bisa mengeluarkan argumen lagi.
- Jika Alloh wajib فِعْلُ الصَّلاَحِ وَالأَصْلَحِ berarti segala ‘perbuatan’ Alloh itu merupakan keterpaksaan yakni bukan berdasarkan kehendak-Nya sendiri. Sedangkan menyebutkan Alloh terpaksa adalah suatu hal yang mustahil.
- Diantara nama Alloh adalah الْحَكِيْمُ. Yang artinya di balik semua ‘perbuatan’ Alloh berdasarkan kehendak-Nya, baik berupa nikmat maupun rasa sakit ada hikmah yang harus diambil oleh setiap hamba dan bahwa nikmat dari Alloh tidak akan terasa kecuali setelah merasakan rasa sakit.

Demikianlah pembahasan tentang fi'lu sholah wal ashlah berikut argumen yang dapat digunakan untuk mengalahkan argumen yang menyimpang dari Ahlussunnah wal Jama'ah

Terima kasih dan mohon ma'af
Wassalamu'alaikum wr.
Previous
Next Post »